Rabu, 16 Januari 2013


                                                          maanfaat baik untuk ganja.

Cannabis atau ganja ini juga diolah untuk minyak lampu dan bahkan untuk upacara keagamaan seperti memuja dewa dan ritual kematian. Secara esensial ganja sendiri di sana dianggap tumbuhan liar biasa layaknya rumput yang tumbuh di mana saja karena tanahnya memang cocok. Hanya saja, ganja tidak sembarang tumbuh di tanah yang tidak sesuai dengan kultur tanaman ini. Ganja memerlukan karakter tanah dan faktor geografis tertentu, seperti di Cina, Thailand dan Aceh. Sementara di belahan bumi lainya seperti Eropa, Afrika dan Amerika, ganja juga dapat umbuh, namun hasilnya tak memuaskan, kecuali harus dengan sentuhan teknologi canggih, itu pun sangat sulit diaplikasikan.


Julukan populis lain ganja adalah mariyuana, yang berasal dari bahasa Portugis yaitu mariguango yang berarti barang yang memabukkan dan untuk bahasa ilmiahnya disebut Cannabis. Istilah ganja dipopulerkan oleh kaum Rastafari, kaum penganut sekte Rasta di Jamaika yang berakar dari Yahudi dan Mesir.

Menurut sejarahnya, ganja dibawa ke Aceh dari India pada akhir abad ke 19 ketika Belanda membuka perkebunan kopi di Dataran Tinggi Gayo. Pihak penjajah itu memakai ganja sebagai obat alami untuk menghindari serangan hama pohon kopi atau ulat pada tanaman tembakau. Walau Belanda yang membawanya ke dataran tinggi Aceh, namun menurut fakta yang ada, tanaman tersebut bukan berarti sepenuhnya berasal dari negaranya. Bisa jadi tanaman ini dipungut dari daratan Asia lainya. Di kalangan anak muda nusantara, ganja lebih familiar disebut bakong ijo, gelek, cimeng atau rasta. Sementara sebutan keren lainya ialah tampee, pot, weed, dope.

Setalah bertahun dan tumbuh menyebar hampir di seluruh Aceh, ganja mulai dikonsumsi, terutama dijadikan ‘rokok enak,’ yang lambatlaun mentradisi di Aceh. Bahkan kalau ada masakan, dianggap belum sempurna kalau bumbunya tidak dicampur dengan biji ganja. Tradisi ini memang sulit dihilangkan atau diberantas lagi di sana.

Pelarang Ganja
Mengapa ganja dilarang? Inilah petanyaan yang belum dimengerti masyarakat luas. Padahal berbagai kampanye telah dilakukan, bahkan pemerintah sendiri pun telah mengeluarkan undang-undang tentang larangan proses produksi, distribusi sampai tahap konsumsi ganja. Undang-undang No. 22 1997 tentang narkotika mengklasifikasikan ganja; biji, buah, jerami, hasil olahan atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasil sebagai narkotika golongan I yang berarti satu kelas dengan opium dan kokain.

Pasal 82 ayat 1 butir a UU tersebut menyatakan bahwa mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan denda paling paling banyak satu milyar rupiah.

Di Aceh, dulu dijual bebas di pasar, digantung-gantung di kios, di gerobak-gerobak penjaja sayur. Ganja mulai dilarang ketika Hoegeng menjadi kepala pemerintahan Kolonial Belanda untuk wilayah nusantara. Ia ingin tahu penyebab pemuda Aceh bermalas-malasan yang dinilai merugikan ekonomi Kerajaan Belanda. Lalu dia menyamar, pergi ke kampung-kampung dan ketemulah jawaban bodohnya, karena ganja.

Di luar negeri, ganja dibedakan menjadi dua bagian, yaitu ganja untuk kepentingan industri maupun medis yaitu ganja jenis Hemp, dan ganja terlarang sering disebut Cannabis. Sementara di Indonesia tidak mengenal perbedaan ini, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 disebutkan bahwa ganja termasuk sebagai narkotika saja.

Salah satu sebab mengapa ganja menjadi tumbuhan terlarang adalah karena zat THC. Zat ini bisa mengakibatkan pengguna menjadi mabuk sesaat jika salah digunakan. Sebenarnya kadar zat THC yang ada dalam tumbuhan ganja dapat dikontrol kualitas dan kadarnya jika ganja dikelola dan dipantau dengan proses yang benar.


Dalam penelitian meta analisis para ahli dari Universitas Cardiff dan Universitas Bristol, Inggris, pencandu ganja berisiko schizophrenia, yakni peningkatan gejala seperti paranoid, mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada yang berujung pada kelainan jiwa, seperti depresi, ketakutan, mudah panik, depresi, kebingungan dan berhalusinasi, gangguan kehamilan dan janin.

Kesan Aceh sebagai ladang ganja berkonotasi negatif memang telah mencoreng muka kita semua di mata Internasional. Untuk mengatasi ini, dibutuhkan keterlibatan segenap elemen mayarakat, terutama orang tua yang memiliki anak yang cerdas, kalau anaknya sudah bodoh dari sananya, tanpa pakai ganja pun cit ka paak alias dungu. Peran Pemerintah Aceh dan ulama serta penegak hukum yang ‘masih sehat’ sangat menentukan endingnya kemelut ganja di Aceh. Lebih menentukan lagi bila disokong penuh oleh NGO baik lokal maupun asing dan elemen sipil yang masih ‘mengudara’ di Aceh saat ini.

Dengan program Alternatif Development (AD) yang dicanangkan pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional (BNN), semoga 15 tahun mendatang, Aceh bebas dari efek negatif ganja dan dapat memanfaatkan potensi ganja sebagai komoditi ekspor unggulan untuk kepentingan industri maupun medis, tanpa harus disalah gunakan.

Kalau tidak, seperti kata hadis maja, “’Uet han, toh tan.” Maksud pemerintah kita melindungi generasi Aceh dari pengaruh ganja tak berhasil, malah potensi ganja untuk kepentingan industri dan medis yang ujung-ujungnya mensejahterakan rakyat pun melayang. Kasihan, ya? 


Sumber: http://hajingfai.blogspot.com/2012/02/sejarah-ganja-dan-keajaibannya.html#ixzz2HRn6kvYA

Selasa, 08 Januari 2013


Realita kehidupan


Kehidupan adalah sebuah anugrah yang di berikan tuhan kepada kita sejak kita berada di dalam rahim seorang ibu. Dan tuhan memberikan kita kehidupan tidak dengan Cuma-Cuma,kita hidup di dunia ini mempertanggung jawabkan apa yang sudah kita janjikan kepada tuhan, seperti menjalankan perintahnya dan menjauhkan larangannya.
Tidak hanya itu yang harus kita jalankan, agama dan sosialisai kita dalam kehidupan sehari-hari harus balence. Banyak orang berkata kalo hidup itu sulit, sebenarnya hidup itu mudah, karna  menurut saya hidup itu tergantung kita  mensugestikan hal apa kedalam otak kita, misalkan kita sugestikan fikiran kita untuk mengatakan “saya malas bangun pagi ” otomatis kehidupan kita pasti kedepan nya akan menjadi orang yang pemalas. Tapi kalau kita mensugestikan kepikiran kita hal-hal yang positif dan membangun jiwa kita untuk selalu bankit dan terus bangkit ketika kita terjatuh, itulah manusia yang berfikiran ingin maju.
Gimana sih cara kita untuk besosialisasi di lingkungan sekitar.? Menurut penelitian saya dalam bersosialisasi yang baik yaitu, berbicara secukupnya,bersikaplah dengan sopan, dan hormatilah orang kalau kita mau di hormati, bisa menyesuaikan prilaku pada lingkungan yang sedang di datangi. Banyak orang bilang kepribadian seseorang terbentuk di dalam keluarga. Menurut saya itu semua belum tentu benar, perilaku kita terbentuk di dalam keluarga hanya 30% sedangkan 70% terbentuk di lingkungan sekitar. Karna banyak waktu kita yang kita habisakan di lingkungan sekitar.

Jadi kesimpulannya hidup itu mudah kalau kita mensugestikan itu ke dalam otak kita, dari sugesti yang baik insya allah kedepannya kehidupan kita pun akan baik walau banyak rintangan di depannya nanti. Dan berjaga-jagalah sikap kita dalam bersikap di lingkungan sekitar kita karna kalau kita salah bersikap sedikit akan menjadi efek yang fatal buat kita nanti kedepannya. Kita mahluk sosial yang hidupnya berdampingan dengan orang sekitar kita, walau ada kalanya kita melakukan aktifitas kita sendiri, tapi di balik itu semua kita butuh peran seseorang di belakang kita yang mamapu menampung kita saat kita terjatuh, dan dia mampu menarik kita untuk berdiri tegak untuk maju menghadapi setiap rintangan kehidupan di kemudian hari.




Selasa,17 juli 2012
Penulis : Arief Rachman




Sejarah Elektronika



Sejarah elektronika dimulai dari abad ke-20, dengan melibatkan tiga buah komponen utama yaitu tabung hampa udara (vacuum tube), transistor dan sirkuit terpadu (integrated circuit). Pada tahun 1883, Thomas Alva Edison berhasil menemukan bahwa electron bisa berpindah dari sebuah konduktor ke konduktor lainnya melewati ruang hampa. Penemuan konduksi atau perpindahan ini dikenal dengan nama efek Ediosn. Pada tahun 1904, menerapkan efek Edison ini untuk menemukan dua buah elemen tabung electron yang dikenal dengan nama dioda, dan John FlemingLee De Forest mengikutinya pada tahun 1906 dengan tabung tiga elemen, yang disebut trioda. Tabung hampa udara menjadi divais yang dibuat untuk memanipulasi kemungkinan energi listrik sehingga bisa diperkuat dan dikirimkan. Aplikasi tabung elktron pertama diterapkan dalam bidang komunikasi radio. Guglielmo Marconi merintis pengembangan telegraf tanpa kabel(wireless telegraph) pada tahun 1896 dan komunikasi radio jarak jauh pada tahun 1901. Radio terakhir ini bisa berbentuk telegraf radio (transmisi sinyal kode Morse) atau telepon radio (pesan suara). Keduanya dikendalikan oleh trioda dan dengan cepat terjadi peningkatan dan perbaikan karena adanya komunikasi angkatan bersenjata selama Perang Dunia I. Transmiter radio, telepon dan telegraf berikutnya menggunakan percikan tegangan tinggi untuk membuat gelombang dan suara. Tabung hampa udara memperkuat sinyal suara yang lemah dan menjadikan sinyal tersebut digabungkan dengan gelombang radio. Pada tahun 1918, Edwin Armstrong menemukan penerima "super-heterodyne" yang dapat memilih sinyal radio atau stasion dan dapat menerima sinyal jarak jauh. Penyiaran radio tumbuh signifikan pada tahun 1920 sebagai akibat langsungnya. Armstrong juga menemukan modulasi frekuensi FM pita lebar (wide-band) pada tahun 1935; sebelumnya hanya menggunakan AM atau modulasi amplitudo pada rentang tahun 1920 sampai 1935. Teknologi komunikasi bisa membuat perubahan besar sebelum Perang DUnia II khususnya dalam penggunaan tabung yang dibuat di banyak aplikasi. Radio sebagai bentuk sarana pendidikan dan hiburan dengan cepat ditantang oleh adanya televisi yang ditemukan pada tahun 1920-an tapi tidak langsung tersedia secara luas hingga tahun 1947. Bell Laboratories mengeluarkan televisi ke publik pada tahun 1927, dan ini masih merupakan bentuk electromechanical. Ketika sistem elektronik menjadi jaminan kualitas, para insinyur Bell Labs memperkenalkan tabung gambar sinar katoda dan televisi berwarna. Namun Vladimir Zworykin, seorang insinyur di Radio Corporation of America (RCA), dianggap sebagai "bapak televisi" karena penemuannya, tabung gambar dan tabung kamera iconoscope. Pengembangan televisi sebagai divais elektronika memanfaatkan peningkatan/perbaikan pada radar yang dibuat selama Perang Dunia II. Radar adalah produk yang dihasilkan dari studi yang dilakukan oleh ilmuwan di Inggris untuk menggambarkan gelombang radio. Sebagai singkatan dari RAdio Detection And Ranging, radar mengukur jarak dan arah sebuah objek menggunakan pantulan gelombang mikro radio. Ini digunakan untuk pendeteksian pesawat udara dan kapal laut, mengendalikan penembakan rudal dan berbagai bentuk penjagaan lainnya. sirkuit, video, teknologi gelombang dan transmisi gelombang mikro diperbaiki yang dilakukan selama musim perang dan diadopsi dengan cepat oleh industri televisi. Pada pertengahan tahun 1950-an, televisi telah melewati radio untuk penggunaan di rumah dan hiburan. Setelah perang, tabung elektron digunakan untuk mengembangan komputer pertama, tapi tabung ini tidak praktis karena ukuran komponen elektroniknya. Pada tahun 1947, transistor ditemukan oleh tim insinyur dari Bell Laboratories. John Bardeen, Walter Brattain, dan William Shockley menerima penghargaan Nobel untuk penemuan mereka, tapi sedikit yang memimpikan secepat dan sedramatis apa transistor dapat mengubah dunia. Fungsi transistor seperti tabung hampa udara, tapi memiliki ukuran yang lebih kecil, lebih ringan, konsumsi daya lebih kecil, dan lebih kuat, dan lebih murah untuk diproduksi dengan adanya kombinasi penghubung metalnya dan bahan semikonductor. Konsep sirkuit terintegrasi diusulkan pada tahun 1952 oleh Geoffrey W. A. Dummer, seorang ahli elektronika berkebangsaan Inggris dengan Royal Radar Establishment-nya. Sepanjang dekade 1950-an, transistor diproduksi secara massal dalam kepingan wafer tunggal dan kemudian dipotong-potong. Sirkuit semikonduktor menjadi sesuatu jalan yang sederhana, yang menggabungkan transistor dan dioda (sebagai diavis aktif) serta kapasitor dan resistor (sebagai divais pasif) dalam sebuah unit planar atau chip. Industri semikonduktor dan sirkuit terpadu silikon dikembangkan terus-menerus oleh Texas Instruments dan Fairchild Semiconductor Company. Pada tahun 1961, sirkuit terintegrasi menjadi produksi penuh oleh sejumlah perusahaan, dan desain peralatan berubah secara cepat dan dalam beberapa arah yang berbeda untuk mengadaptasi teknologi. Transistor bipolar dan sirkuit terintegrasi digital dibuat pertama kali, namun masih bersifat IC analog, kemudian intergasi skala besar (LSI), dan integrasi skala sangat besar (VLSI) mengikutinya pada pertengahan tahun 1970-an. VLSI mengandung ribuan sirkuit yang di dalamnya terdapat gerbang atau saklar on-off yang saling berhubungan dalam satu buah keping chip. Mikrokomputer, peralatan medis, kamera video dan satelit komunikasi merupakan sebagian contoh divais yang dibuat dengan menggunakan sirkuit terintegrasi.



Sumber : Sejarah Elektronika | Dasar elektronika | Belajar elektronika | Skema http://www.waoneelektronika.com/2012/02/sejarah-elektronika.html#ixzz2HRfluVRN

Senin, 07 Januari 2013


Daerah tropis diminati untuk penelitian biodiversitas mikroorganisme



Ilustrasi (imt.ie)

 Semula untuk tujuan konservasi mencegah kepunahan kemudian untuk bioteknologi
Yogyakarta (ANTARA News) - Daerah tropis diminati untuk penelitian biodiversitas mikroorganisme karena masih banyak mikroorganisme yang belum dikenal potensinya, kata anggota Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Indrawati Gandjar.

"Biodiversitas mikroorganisme mendapat perhatian luar biasa. Semula untuk tujuan konservasi mencegah kepunahan kemudian untuk bioteknologi," katanya pada forum diskusi Bioetika di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, perkembangan bioteknologi membawa perubahan signifikan di bidang mikrobiologi. Keuntungan luar biasa diperoleh mikrobiologi industri dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme.

"Keberhasilan mikrobiologi industri terletak pada mikroorganismenya. Para mikrobiologiwan di seluruh dunia intensif mengejar untuk mendapatkan mikroorganisme unggul dari sumber alam apa pun," katanya.

Ia mengatakan semula hanya terestrial kemudian dari sumber air tawar, laut, lumpur, air panas, dan tambang yang mempunyai tingkat keasaman sangat rendah.

"Kemajuan ilmu pengetahuan memungkinkan manusia merekayasa gen-gen dari mikroorganisme untuk memperoleh sifat-sifat unggul yang dikehendaki. Misalnya, untuk produksi enzim, senyawa organik, biomassa, gas alam, antibiotik, dan toksin tertentu," katanya.

Menurut dia, begitu banyak isolat mikroorganisme potensial yang ditemukan yang kemudian dikembangkan untuk tujuan industri. Proses skrining terus menerus dilakukan sampai sekarang seiring dengan penelitian biodiversitas mikroorganisme.

"Kunci keberhasilan produk mikrobiologi industri terletak pada keunggulan mikroorganisme yang akan digunakan untuk mendegradasi atau memfermentasi substrat yang sudah ditentukan," katanya.

Ia mengatakan mikroorganisme adalah makhluk hidup yang mempunyai sifat baik dan buruk tergantung pada perlakuan terhadapnya dan lingkungan sekitarnya.

Oleh karena itu para mikrobiologiwan diharapkan mempertimbangkan dengan ketat penggunaan mikroorganisme untuk tujuan senjata biologik dan terorisme.

Mereka juga diharapkan memiliki etika tinggi terkait dengan kepemilikan biakan terutama isolat unggul dari daerah tropis sehubungan dengan "biopiracy".

"Biopiracy adalah praktik eksploitasi sumber daya alam dan pengetahuan masyarakat tentang alamnya tanpa izin dan pembagian manfaat," kata Indrawati.

Forum diskusi Bioetika diselenggarakan Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar (IPD) Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) bekerja sama dengan Pusat Studi Bioteknologi UGM dan Sekolah Pascasarjana UGM.


IPTEK ELEKTRO


Iptek pada hakekatnya diperlukan oleh manusia sebagai wahana untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejarah telah menunjukkan bahwa kebutuhan manusia tersebut terus berkembang dari waktu ke waktu, bahkan dalam alam globalisasi dewasa ini perkembangnya kebutuhan manusia itu berlangsung dengan sangat cepat dan dinamis. Oleh karena itu perkembangan IPTEK-pun berlangsung dengan sangat cepat dan dinamis.
Dengan demikian, maka pada dasarnya masalah penguasaan IPTEK tidak terpisahkan dari masalah pembangunan ekonomi, atau dengan perkataan lain, IPTEK tidak terlepas dari hukum "permintaan-penawaran" atas produk- produk hasil karya manusia sendiri yang terjadi di pasar.
Catatan : Pasar sebagai tempat pertemuan antara permintaan-penawaran tersebut.

Terdapat hubungan timbal-balik secara inter-aktif, saling menunjang dan membangun antara permintaan dan penawaran tersebut, dalam arti kata bahwa permintaan dan penawaran tidaklah terjadi secara alamiah semata, tetapi justru pada umumnya karena adanya inisiatif dua arah antara keduanya. Di satu pihak adanya inisiatif permintaan akan memacu penawaran, di lain pihak adanya inisiatif penawaran akan memacu pula terjadinya permintaan. Dinamika, kreativitas dan inovasi hubungan timbal- balik atau "push-pull" inilah yang perlu senantiasa dikembangkan secara berlanjut, dan pada hakekatnya itulah yang merupakan motor penggerak dalam mencapai keberhasilan pembangunan ekonomi masyarakat. Keberlanjutan pembangunan ekonomi pada akhirnya akan menjamin terwujudnya kemajuan (progress) masyarakat, Bangsa dan Negara pada umumnya.
Bangsa yang mampu menyelenggarakan dan mengendalikan keseluruhan proses seperti diuraikan di atas, bukan saja dalam konteks nasional tetapi kini juga dalam konteks regional dan global, dan secara bersaing, pada hakekatnya adalah bangsa yang mandiri dan ungggul. Demikianlah kiranya hal yang memang dicita-citakan oleh Bangsa Indonesia.
Adalah kemampuan IPTEK yang merupakan kunci bagi terwujudnya hubungan timbal-balik semacam itu. Oleh karena itu apabila ingin menjadi bangsa yang mandiri dan unggul, apalagi di tengah-tengah masyarakat dunia yang sangat bersaing dewasa ini, Bangsa Indonesia harus mampu menguasai IPTEK dan mengendalikannya agar senantiasa dapat merupakan wahana dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Untuk dapat melaksanakan penguasaan IPTEK tersebut, dalam konteks alur-pikir demikian, maka perlu adanya pemahaman bahwa IPTEK berperan dalam keseluruhan proses hubungan timbal-balik tersebut, yang mencakup 3 hal sebagai berikut :

  1. Iptek untuk mampu membuat produk-produk (berupa barang & jasa) untuk ditawarkan kepada konsumen di pasar. Hal ini berarti harus dimilikinya teknologi produksi untuk membuat produk-produk tersebut, serta mengembangkan produk-produk baru guna mengantisipasi kebutuhan pasar yang berkembang secara dinamis. 
  2. IPTEK untuk mampu hadir di pasar guna menemukan dan menentukan produk-produk yang dibutuhkan. Hal ini berarti harus dimilikinya teknologi pemasaran agar konsumen dapat "mengkonsumsi" produk-produk yang ditawarkan dengan tepat, dan juga menentukan spesifikasi produk-produk atau sistem jaringan produk-produk yang dibutuhkannya agar produsen dapat memenuhinya.
  3. IPTEK untuk mampu menghadirkan atau menyelenggarakan pertemuan antara produk-produk yang ditawarkan dan produk-produk yang diminta di pasar secara cepat, tepat, efektif dan efisien serta sinergis. Hal ini berarti harus dimilikinya teknologi distribusi yang handal mulai dari titik produsen sampai ke pasar dan akhirnya ke konsumen.
Situasi dan Kondisi
Perkembangan dunia adalah sedemikian rupa sehingga bagaimanapun juga negara-negara industri maju, yang telah memiliki basis teknologi kuat selama berpuluh-puluh tahun, lebih-lebih dalam alam globalisasi dewasa ini, akan lebih berkemampuan dalam menguasai dan mengembangkan IPTEK dibandingkan dengan negara-negara yang sedang berkembang. Lebih-lebih dengan kenyataan bahwa teknologi informasi praktis hampir seluruhnya mereka kuasai. Mau tidak mau, suka tidak suka, negara-negara sedang berkembang akan banyak tergantung dan menjadi pasaran bagi produk- produk IPTEK negara-negara industri yang telah maju tersebut. Pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang yang pesat justru cenderung akan memperbesar ketergantungan mereka di bidang IPTEK kepada negara- negara industri maju.
Namun di lain pihak, tidaklah terlalu buruk keadaannya bagi negara-negara berkembang yang memiliki potensi ekonomi besar, termasuk Indonesia dengan jumlah penduduknya yang besar, kekayaan alam yang cukup, posisi geografis yang strategis dan lain sebagainya. Dalam alam globalisasi di mana negara-negara di dunia hampir semuanya menganut kebijaksanaan ekonomi terbuka yang berorientasi pasar, maka negara-negara berkembang ini memiliki prospek pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Mengingat pertumbuhan ekonomi yang sudah optimal pada tingkat yang jauh lebih rendah, adalah kepentingan negara-negara industri maju untuk menjadikan negara-negara sedang berkembang dengan pertumbuhan ekonominya tinggi sebagai pasar bagi produk-produknya. Dengan demikian negara-negara sedang berkembang berpeluang untuk dapat terus melanjutkan pertumbuhan ekonominya yang tinggi guna melaksanakan pembangunan, justru dengan komitmen negara-negara industri maju sendiri untuk membuka pasarnya lebih lebar bagi produk-produk negara berkembang, sekaligus (terpaksa) melaksanakan alih-teknologi agar negara- negara berkembang makin dapat menguasai IPTEK untuk berkelanjutan pertumbuhan ekonominya, yang kini telah menjadi kepentingan negara- negara industri maju pula. Hubungan antara negara industri maju dengan negara berkembang seperti dahulu pada jaman merkantilisme, di mana negara berkembang hanya diperlukan sebagai pemasok produk-produk primer dan sekaligus sebagai pasar sudah tidak dapat dipertahankan lagi, karena biaya produksi yang terus membubung tinggi di negara-negara industri maju itu sendiri sehingga mereka makin tidak mampu mendukungnya lagi.
Inilah hakekat globalisasi yang melanda dunia semenjak tahun 1980-an, sebagai akibat kemajuan teknologi informasi dan persaingan di antara negara-negara industri maju sendiri yang semakin ketat. Fenomena terpenting globalisasi adalah ketergantungan ekonomi antar negara baik secara bilateral maupun multilateral, yang telah menjadi kebutuhan bagi setiap negara. Kini tidak ada satu negarapun di dunia yang mampu menganut sistem "autarki", atau melaksanakan sendiri kegiatan ekonominya tanpa ada keterkaitan dengan negara lain. Setiap negara akan memerlukan negara atau negara-negara lain sebagai pasarnya dan harus bersedia menjadikan dirinya pula sebagai bagian dari pasar global. Sementara itu setiap negara yang memiliki keunggulan kompetitif juga akan memerlukan dirinya untuk berperan sebagai lokasi industri milik negara tau negara-negara lain dalam upaya mendekatkan diri dengan pasar agar tetap mampu bersaing. Seperti dapat dilihat dewasa ini "relokasi industri", terutama industri-industri yang menggunakan teknologi rendah sampai dengan madya, sudah merupakan kejadian biasa.
Dampak globalisasi akan bersifat positif bagi negara-negara sedang berkembang dalam arti kata pertumbuhan ekonominya akan dapat dipacu, dan apabila dapat memanfaatkan berbagai peluang yang ada, khususnya dalam penguasaan IPTEK, maka negara berkembang tersebut dapat meraih nilai-tambah yang besar untuk mentransformasikan dirinya menjadi negara industri baru serta berada dalam posisi segera mengejar ketertinggalannya dari negara-negara industri maju. Sementara negara berkembang yang tidak dapat memanfaatkannya untuk penguasaan IPTEK, maka negara tersebut akan menjadi pasar saja bagi negara-negara industri maju yang akan menikmati seluruh nilai-tambahnya, dan secara bertahap akan kehilangan jatidirinya sebagai bangsa dan negara.
Inilah tantangan yang dihadapai negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pada hakekatnya dalam alam globalisasi nanti semua bangsa dan negara harus bersaing dalam menyelenggarakan dan mengendalikan proses permintaan dan penawaran tersebut.
Bagi Indonesia tantangan yang dihadapi adalah sungguh berat, yaitu bukan saja harus mampu bersaing di pasar global tetapi juga nantinya, dalam waktu tidak terlalu lama lagi (sesuai kesepakatan GATT/WTO, AFTA, APEC), di pasar dalam negeripun harus mampu bersaing, karena Indonesia sebagai bagian dari pasar global tidak dapat lagi menghalang-halangi masuknya produk-produk negara lain, termasuk produk-produk negara berkembang pesaing Indonesia. Hal ini menuntut adanya sentra-sentra produksi di Indonesia yang benar-benar efisien dan makin dalam strukturnya sehingga membentuk basis teknologi yang makin kokoh.
Jelas bahwa agar Kepentingan Nasional dan Jati-Diri bangsa Indonesia dapat ditegakkan , maka kendali atas keseluruhan proses ini harus berada di tangan Bangsa Indonesia, meskipun dalam menembus pasar dan dalam membuat serta mendistribusikan produk-produk akan terlibat pihak asing.
Kunci untuk mampu memegang kendali ini tidak lain adalah Penguasaan IPTEK dalan seluruh mata rantai kegiatan industri dan perdagangan (INDAG) yang mencakup kemampuan menerapkan dan mengembangkan IPTEK dalam ketiga aspek hukum permintaan-penawaran (pasar) tersebut yaitu :

  1. Teknologi produksi
  2. Teknologi pemasaran
  3. Teknologi distribusi
Penguasaan IPTEK oleh Bangsa Indonesia (suatu Pandangan)
Penguasaan IPTEK bukanlah suatu hal yang mudah dan dapat dengan cepat dicapai. Upaya menguasai suatu IPTEK oleh Bangsa Indonesia merupakan suatu proses transformasi budaya bangsa dari kehidupan masyarakat yang bersifat agraris menjadi masyarakat industri. Sejarah telah menunjukkan bahwa diperlukan waktu satu atau beberapa generasi untuk dapat menyelenggarakan trasformasi budaya demikian. Lebih-lebih dengan Indonesia yang terdiri atas masyarakat yang sangat majemuk yang mendiami daerah kepulauan sangat luas terdiri atas kurang lebih 17.000 pulau, masalah transformasi budaya ini benar-benar sangat kompleks.
Apapun alasannya, dalam memasuki abab-XXI yang ditandai dengan sistem perekonomian global di mana perdagangan industri dan investasi akan dilakukan secara makin bebas tanpa mengenal batas negara lagi, maka apabila tidak ingin kehilangan Kepentingan Nasional dan Jati-Dirinya Bangsa Indonesia harus segera mampu menguasai IPTEK, paling tidak pada tingkat yang dihormati di dunia internasional.
Sikap dasar. Untuk melakukan upaya menguasai IPTEK menuju abab XXI tersebut perlu adanya sikap dasar sebagai berikut :

Evaluasi terhadap upaya penguasaan IPTEK selama ini. Upaya menguasai IPTEK di Indonesia selama ini dapat diamati sebagai berikut :
Strategi dan langkah-langkah yang perlu diambil.
Dengan memperhatikan situasi-kondisi yang dihadapi, sikap dasar dan evaluasi atas upaya penguasaan IPTEK selama ini seperti yang telah diuraikan di atas, maka selanjutnya dianggap perlu mengambil strategi dan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Teknologi Produksi

b. Teknologi Pemasaran.Bersamaan dengan pengembangan teknologi produksi, pada saat ini telah dirasakan mendesak sekali bahwa pembinaan kemampuan teknologi pemasaran harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Sasaran pembinaan di sini adalah para konsumen, dan para produsen sendiri yang mampu menempatkan dirinya sebagai konsumen. Pembinaan teknologi pemasaran mencakup :
c. Teknologi Distribusi.Jaringan distribusi sebagai penghubung antara produsen, pasar dan konsumen mempunyai nilai yang amat strategis dalam sistem perekonomian suatu negara. Oleh karena itu Indonesia harus dapat menguasai jaringan ini. Dalam alam perdagangan dan investasi bebas nanti penguasaan jaringan ini tidak dapat lagi dengan leluasa diproteksi melalui peraturan-peraturan Pemerintah. Mau tidak mau penguasaan sistem dan teknologi distribusilah yang akan berbicara. Teknologi distribusi mencakup antara lain :
Intensifikasi teknologi pemasaran dan teknologi distribusi pada prinsipnya akan mendorong tumbuhnya industri jasa. Seperti diketahui industri jasa sebenarnya merupakan wahana yang tepat untuk penguasaan IPTEK dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), lebih-lebih mengingat industri jasa sangat sarat dengan penggunaan teknologi informasi modern, sehingga upaya pencerdasan bangsapun akan dapat lebih dipercepat. Teori yang mengatakan bahwa industri jasa baru akan hadir setelah industri barang dikuasai, tampaknya dalam alam globalisasi yang penuh persaingan dewasa ini sudah tidak memiliki validitas lagi. Justru sebaliknya, industri jasa dapat segera dimasuki dan selanjutnya bahkan dapat lebih memfokuskan atau "zero-in" pada pengembangan industri barang yang diperlukan guna mendukungnya. Contoh kemampuan industri jasa di mana Indonesia sudah mampu berkiprah di arena global adalah di sektor pekerjaan umum, konstruksi bangunan/engineering pada umumnya.

Kesimpulan

Pendekatan "demand side technology" di samping menyesuaikan "supply side technology" yang sudah ada dapat mensinergikan pertumbuhan industri jasa dan industri barang, dan dapat merupakan terobosan strategis dalam memecahkan kemandegan atau "stagnasi" upaya penguasaan IPTEK serta pembentukan basis teknologi selama ini, karena dengan segala keterbatasan yang melekat pada Bangsa Indonesia di bidang PTEK, justru dengan pendekatan ini diberikan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil. Hal ini karena di sini diambil pendekatan proses belajar melalui pemanfaatan IPTEK yang disediakan oleh negara-negara industri maju itu sendiri, di mana meskipun sebagai suatu negara yang baru memulai proses indusrialisasinya namun dalam "demand side technology" ini Indonesia dapat langsung berkiprah pada tingkat teknologi yang canggih.
"Demand side technology" yang dimulai dengan mengutamakan aspek pemanfaatan teknologi dan pemeliharaan produk-produk serta pemberian pelayanan terbaik pada konsumen (pengguna) akan berdampak positif bagi percepatan upaya pencerdasan bangsa dan disiplin nasional, di samping lebih mengarahkan atau "zero-in" upaya-upaya membentuk basis teknologi agar selanjutnya dapat berkiprah lebih jauh pada tahap penguasaan IPTEK yang bersaing di arena global

Print Friendly
Biodiversitas adalah keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologis yang merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam spesies, di antara spesies, dan ekosistem.

WWF (1989) menyebut biodiversitas sebagai keanekaragaman hidup di bumi, mencakup jutaan spesies tumbuhan, hewan, mikroorganisme; materi genetik yang dikandungnya; serta ekosistem yang dibangun sehingga menjadi sebuah linkungan hidup.

1. Level spesies, mencakup seluruh organisme di bumi, mulai dari Monera, (Bakteria dan Cyanobacteria), Protista (Flagellata, Amoeba, dan Ciliata), serta dunia tumbuhan, hewan, dan jamur (fungi).

2. Level gen, mencakup variasi genetik di dalam spesies, di antara populasi yang saling terpisah, serta di antara individu di dalam satu populasi.

3. Level ekosistem, meliputi variasi dalam komunitas biologi dan dalam ekosistem dimana komunitas berada, serta interaksi yang terjadi di antara level-level tersebut.

Intinya, biodiversitas/keragaman makhluk hidup itu meliputi: Diversitas dalam spesies, diversitas antar spesies, dan diversitas ekosistem.

Apa manfaat biodiversitas bagi manusia?
Biodiversitas memiliki manfaat yang sangat berarti khususnya bagi kehidupan manusia. Beberapa manfaat dari biodiversitas tersebut antara lain:
1. Melengkapi bahan makanan manusia
2. Sebagai bahan obat-obatan
3. Sebagai sumber daya alam
4. Menjadi sumber jasa ekologis seperti siklus biogeokimia, pengendalian hama, purifikasi air, pengaturan iklim, dll.

Materi di atas saya sarikan dari materi IAD (Ilmu Alamiah Dasar) yang menjadi salah satu mata kuliah saya di Departemen Ilmu Komunikasi Unair. Semoga bermanfaat…
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS)PDFPrintE-mail
Sejarah PLTS tidak terlepas dari penemuan teknologi sel surya berbasis silikon pada tahun 1941. Ketika itu Russell Ohl dari Bell Laboratory mengamati silikon polikristalin akan membentuk buit in junction, karena adanya efek segregasi pengotor yang terdapat pada leburan silikon. Jika berkas foton mengenai salah satu sisi junction, maka akan terbentuk beda potensial di antara junction, dimana elektron dapat mengalir bebas. Sejak itu penelitian untuk meningkatkan efisiensi konversi energi foton menjadi energi listrik semakin intensif dilakukan. Berbagai tipe sel surya dengan beraneka bahan dan konfigurasi geometri pun berhasil dibuat.

Prinsip Kerja Sel Surya

Sel surya adalah dioda semikonduktor yang dapat mengubah cahaya menjadi listrik dan merupakan komponen utama dalam sistem PLTS.
Gambar Sel Surya sebagai Komponen Utama PLTS
Selain terdiri atas modul-modul sel surya, komponen lain dalam sistem PLTS adalah Balance of System (BOS) berupa inverter dan kontroller. PLTS sering dilengkapi dengan batere sebagai penyimpan daya, sehingga PLTS dapat tetap memasok daya listrik ketika tidak ada cahaya matahari.
Pembangkitan energi listrik pada sel surya terjadi berdasarkan efek fotolistrik, atau disebut juga efek fotovoltaik, yaitu efek yang terjadi akibat foton dengan panjang gelombang tertentu yang jika energinya lebih besar daripada energi ambang semikonduktor, maka akan diserap oleh elektron sehingga elektron berpindah dari pita valensi (N) menuju pita konduksi (P) dan meninggalkan holepada pita valensi, selanjutnya dua buah muatan, yaitu pasangan elektron-hole, dibangkitkan. Aliran elektron-hole yang terjadi apabila dihubungkan ke beban listrik melalui penghantar akan menghasilkan arus listrik.
Gambar Prinsip Kerja Sel Surya

Tipe Sel Surya

Ditinjau dari konsep struktur kristal bahannya, terdapat tiga tipe utama sel surya, yaitu sel surya berbahan dasar monokristalin, poli (multi) kristalin, dan amorf. Ketiga tipe ini telah dikembangkan dengan berbagai macam variasi bahan, misalnya silikon, CIGS, dan CdTe.
Berdasarkan kronologis perkembangannya, sel surya dibedakan menjadi sel surya generasi pertama, kedua, dan ketiga. Generasi pertama dicirikan dengan pemanfaatan wafer silikon sebagai struktur dasar sel surya; generasi kedua memanfaatkan teknologi deposisi bahan untuk menghasilkan lapisan tipis (thin film) yang dapat berperilaku sebagai sel surya; dan generasi ketiga dicirikan oleh pemanfaatan teknologi bandgap engineering untuk menghasilkan sel surya berefisiensi tinggi dengan konsep tandem atau multiple stackes.
Kebanyakan sel surya yang diproduksi adalah sel surya generasi pertama, yakni sekitar 90% (2008). Di masa depan, generasi kedua akan makin populer, dan kelak akan mendapatkan pangsa pasar yang makin besar. European Photovoltaic Industry Association (EPIA) memperkirakan pangsa pasar thin film akan mencapai 20% pada tahun 2010. Sel surya generasi ketiga hingga saat ini masih dalam tahap riset dan pengembangan, belum mampu bersaing dalam skala komersial.
Artiket Terkait:
  1. Keekonomian Pabrikasi Sel Surya di Indonesia
  2. Matahari Untuk PLTS di Indonesia